Nama : Fajar Fakhrul Fauzi
NIM : 4825162698
Prodi : Sosiologi
Masyarakat Tanpa Kelas
Meskipun
asal muasalnya sama, ternyata manusia suka membuat kelas-kelasnya sendiri,
sehingga selalu terbentuk strata sosial dengan berbagai macam kriteria. Sebagian
orang dibedakan atas jumlah penghasilannya, sehingga muncul orang kaya dan
orang miskin. Dilihat juga dari jabatannya, mulai dari yang tinggi hingga
rendah. Selain itu, dilihat dari tingkat pendidikan, mulai dari yang tertinggi
hingga terendah. Pada masyarakat feodal
dilihat dari kepemilikan tanah dan buruh tanah.
Tidak
saja di masyarakat, di sekolah pun juga diciptakan kelas. Ada kelas unggulan
dan kelas yang biasa-biasa saja. Mereka yang masuk kategori kelas unggulan akan
mendapatkan kepuasan tersendiri. Sedangkan mereka yang masuk kategori kelas
biasa-biasa saja akan berusaha lebih giat lagi agar dapat bersaing. Dalam bidang
pelayanan pun juga terdapat kelas-kelas, mulai dari kelas VIP hingga reguler.
Dimana-mana
pembagian kelas itu selalu ada. Tidak terjadi di masyarakat tradisional, tetapi
di masyarakat modern sekalipun. Masyarakat sering kali menunjukkan gejala
kontradiktif. Banyak orang yang menghendaki adanya kesamaan derajat, tetapi di
sengaja atau tidak, selalu menciptakan atau membentuk kelas-kelas. Orang selalu
menginginkan agar dirinya dianggap lebih unggul dan lebih tinggi. Itulah awal
terjadinya pembagian kelas.
Sebenarnya
ada masyarakat yang tanpa pembagian kelas, yaitu di Masjidilharam, Masjid
Nabawi, Mina dan Arafah. Di tempat-tempat itu orang tidak mengenal adanya
kelas. Semua orang dianggap sama. Orang kaya, orang miskin, pejabat, pegawai
rendahan, rakyat biasa atau siapa saja dianggap sama. Orang tidak dibedakan
atas ukuran-ukuran yang bersifat duniawi. Contohnya, semua orang yang sedang
berhaji atau umrah, bagi laki-laki, harus mengenakan pakaian yang sama, yaitu
pakaian ihram. Bentuknya pun sama. Tidak ada yang memedulikan, misalnya tentang
bahan dasarnya dan harganya. Warnanya juga sama dan begitu pula cara mengenakannya.
Oleh
karena itu, siapa saja yang ingin melihat banyak orang dalam posisi yang sama
atau setara, maka tempatnya hanya di Mekkah tatkala pada saat musim haji. Manusia
yang berjumlah hingga jutaan dan datang dari berbagai belahan dunia, semua
menampakkan kesamaan. Suasana kebersamaan itulah yang melahirkan kenikmatan. Orang
ketika itu tidak ada yang bersaing agar mendapatkan posisi yang lebih tinggi,
terhormat, dan lain-lain. Kelas-kelas itu akhirnya menjadi tidak ada.
Komentar
Posting Komentar