Langsung ke konten utama

Kasus Kemiskinan di Jawa Tengah 2010-2015

 Kasus Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2010-2016
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Dr. Miftahulkhairah Anwar




Disusun oleh:
1.     Fajar Fakhrul Fauzi (4825162698)
  
Prodi Sosiologi Pembangungan
Fakultas Imu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2017



Abstrak
Kemiskinan diidentifikasikan dengan taraf hidup yang rendah, dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana penghidupan penduduk ditandai oleh serba kekurangan. Penduduk miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal dari masyarakat lainnya. Kemiskinan merupakan masalah yang pernah bahkan sampai sekarang masih dialami di seluruh negara di belahan bumi manapun. Tak terkecuali Indonesia, kemiskinan pun  masih dialami dan menimpa Indonesia. Berbagai kebijakan pemerintah untuk menangani kemiskinan belum mampu secara optimal.

Pendahuluan
Pada dasarnya manusia ingin hidup berkecukupan. Tidak ada diantara mereka yang ingin hidup serba kekurangan. Namun kenyataannya, diantara mereka tidak dapat menghindar dari situasi serba kekurangan. Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana penghidupan penduduk ditandai oleh serba kekurangan akan kebutuhan pokok.

Syami (1994) menjelaskan bahwa kemiskinan dapat diartikan bahwa suatu keadaan dimana seseorang keluarga atau anggota masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya. Penduduk miskin umumnya berada pada daerah pedesaan, hal ini didukung oleh pendapatan yang dikemukakan oleh Hans Dierter dan Suwardi (1982) mengatakan bahwa kemiskinan yang ada di kampung dapat di golongkan baik kemiskinan tempat tinggal maupun kemiskinan penduduk.

Seperti kasus kemiskininan yang ada di Jawa Tengah. Berdasarkan data dari BPS mengenai Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah, 2010-2016 jumlah penduduk miskin terbanyak ada pada bulan Maret 2010 berjumlah 536.916 jiwa dengan tingkat persentase 16,56 persen, sedangkan terendah ada pada bulan September 2015 berjumlah 450.578 jiwa dengan tingkat persentase 13,32 persen. Jumlah penduduk miskin paling banyak ada di Kabupaten Grobogan sebesar 267.032 orang dan jumlah penduduk miskin yang paling sedikit di Kota Magelang sebesar 2.919 orang.

Dari data yang telah dipaparkan diatas, terdapat kesenjangan antara tingkat kemiskinan di tingkat kabupaten dan tingkat kota yang cukup signitifikan. Diharapkan dari permalasahan ini dapat ditemukan solusi terbaik agar tingkat kemiskinan di tingkat kabupaten dapat ditekan dan dapat menyeimbangkan wilayah kota.

Pembahasan
Konsep Kemiskinan
Kemiskinan diidentifikasikan dengan taraf hidup yang rendah, dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana penghidupan penduduk ditandai oleh serba kekurangan akan kebutuhan pokok. Menurut Widodo (1997) menjelaskan bahwa konsep kebutuhan dasar selalu dikaitkan dengan kemiskinan karena masalah kemiskinan merupakan obsesi bangsa dan persoalan amat mendasar yang harus ditangani penduduk miskin umumnya tidak berpenghasilan cukup, bahkan tidak berpenghasilan sama sekali. Penduduk miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal dari masyarakat lainnya.

Syami (1994) menjelaskan bahwa kemiskinan dapat diartikan bahwa suatu keadaan dimana seseorang keluarga atau anggota masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya. Penduduk miskin umumnya berada pada daerah pedesaan, hal ini didukung oleh pendapatan yang dikemukakan oleh Hans Dierter dan Suwardi (1982) mengatakan bahwa kemiskinan yang ada di kampung dapat di golongkan baik kemiskinan tempat tinggal maupun kemiskinan penduduk. Kemiskinan tempat tinggal kondisinya sebagai tempat tidak teratur sedangkan kemiskinan penduduk karena ditinjau dari segi sosial dan ekonominya sangat rendah termasuk penyediaan air dan listrik berserta prasarana yang minim.

Menurut Ginanjar Kartasasmita (1996) menjelaskan bahwa kemiskinan suatu daerah dapat digolongkan sebagai pertama, persistent proverty, yaitu kemiskinan yang turun temurun atau kronis. Daerah ini umumnya beraada di daerah-daerah yang krisis sumber daya alamnya atau daerah yang terisolasi. Kedua adalah cyclical proverty, yaitu kemiskinan yang meliputi siklus ekonomi. Ketiga adalah seasonal proverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang sering dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Keempat adalah eccindetal proverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau kebijaksanaan suatu daerah.

Faktor-faktor penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (1997) antara lain:
a.       Secara mikro, kemiskinan muncul karena ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimnulkan distribusi pendapatan yang timpangPenduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
b.      Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.
c.       Miskin muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal.

Data Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah, 2010-2016


Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional

Berdasarkan Data Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah, 2010-2016 jumlah penduduk miskin terbanyak ada pada bulan Maret 2010 berjumlah 536.916 jiwa dengan tingkat persentase 16,56 persen, sedangkan terendah ada pada bulan September 2015 berjumlah 450.578 jiwa dengan tingkat persentase 13,32 persen. Garis kemiskinan terendah ada pada bulan Maret 2010 sebesar Rp. 192.435 dan garis kemiskinan tertinggi ada pada bulan Maret 2016 sebesar Rp. 317.348.

Data Jumlah Keluarga Menurut Kabupaten/Kota dan Klasifikasi di Provinsi Jawa Tengah, 2015



Sumber: BKKBN Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Data Jumlah Keluarga Menurut Kabupaten/Kota dan Klasifikasi di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2015 dibagi menjadi keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera yang dibagi lagi menjadi dua kategori yaitu kategori I dan kategori II. Untuk keluarga prasejahtera di tingkat kabupaten yang tertinggi berada di grobogan dengan jumlah 267.032 dan terendah berada di karanganyar dengan jumlah 27.548, sedangkan di tingkat kota yang tertinggi berada di semarang dengan jumlah 32.821 dan terendah di magelang. Untuk keluarga sejahtera kategori I tingkat kabupaten yang tertinggi berada di cilacap dengan jumlah 326.279 dan terendag di batang dengan jumlah 67.714, sedangkan di tingkat kota yang tertinggi berada di semarang dengan jumlah 220.001 dan terendah di magelang 22.582. Untuk keluarga sejahtera kategori II tingkat kabupaten yang tertinggi berada di cilacap dengan jumlah 134.485 dan terendah di batang 30.091, sedangkan di tingkat kota yang tertinggi berada di semarang dengan jumlah 95.608 dan terendah di magelang dengan jumlah 7.242.

Dari data yang telah dipaparkan tersebut, dapat disimpulkan:
·         Cilacap dan batang menjadi wilayah tertinggi dan terendah di tingkat kabupaten berdasarkan kategori I dan II keluarga sejahtera.
·         Semarang dan magelang menjadi wilayah tertinggi dan terendah di tingkat kota berdasarkan kategori I dan II keluarga sejahtera sekaligus kategori keluarga prasejahtera.

Keterkaitan Teori Ketergantungan (Dependency Theory) dengan Kemiskinan di Jawa Tengah
Teori ketergantungan mempunyai keterkaitan erat dengan kajian wilayah. Hal itu disebabkan dalam teori ketergantungan dibahas keadaan dan hubungan antara dua wilayah. Teori ketergantungan pada dasarnya menggunakan pendekatan struktural dan dalam kelompok teori struktural. Menurut teori struktural, kemiskinan yang terdapat pada negara-negara dunia ketiga yang mengkhususkan pada produksi pertaninan merupakan akibat dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif.

Akar penyebab keterbelakangan dalam perspektif ketergantungan adalah adanya ketergantungan ekonomi. Korban terbesarnya adalah para petani dan buruh kota dan pihak yang diuntungkan adalah kaum-kaum elite. Terjadi ketimpangan pendapatan akibat dari kelompok elite di daerah pinggiran memperoleh bagian yang lebih banyak dari pendatapan nasional karena kekuatannya didukung oleh kekuatan yang ada di pusat.

Keterbelakangan yang terjadi di wilayah pinggiran disebabkan ekonomi wilayah ini kurang dapat menyatu dengan kapitalisme. Jika ekonomi wilayah pusat berkembang atau maju, bisa jadi ekonomi wilayah pinggiran ikut maju. Hal itu disebabkan karena wilayah pinggiran bergantung pada ekonomi di wilayah pusat. Teori ketergantungan pada dasarnya menyetujui asumsi bahwa kekurangan modal dan ketiadaan keahlian merupakan penyebab ketergantungan.

Keterkaitan teori ini dengan kemiskinan di Jawa Tengah apabila dikaji terhadap faktor penyebabnya, maka terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan hasilnya belum terbagi merata. Hal ini disebabkan oleh keadaan kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha dan memperoleh pendapatan akan menyebabkan keikutsertaan dalam pembangunan yang tidak merata.

Ditinjau dari faktor penyebab, dapat dipastikan jika kemiskinan di pedesaan lebih besar dibandingkan di daerah perkotaan. Berdasarkan data di atas, pada tahun 2015 kabupaten yang paling besar jumlah penduduk miskinnya adalah Kabupaten Grobogan sebesar 267.032 orang. Diikuti oleh Kabupaten Blora dan Kabupaten Pati masing-masing sebesar 167.558 orang dan 117.037 orang. Jumlah penduduk miskin yang paling sedikit di Kota Magelang sebesar 2.919 orang. Secara umum, tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi di daerah. Indikator tingkat kesejahteraan ditunjukkan oleh tingkat kemiskinan.

Jasmina, et.al (2001:424) mengemukakan berbagai strategi, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang sudah dicanangkan pemerintah daerah pada akhirnya tergantung pada ketersediaan dan mekanisme penggunaan anggaran yang dimiliki daerah.

Secara grafis menunjukkan fenomena bahwa jumlah penduduk miskin cenderung banyak di kabupaten daripada kota di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduk miskin paling rendah ada di Kota Magelang sedangkan jumlah penduduk miskin paling tinggi ada di Kabupaten Grobogan. Fenomena yang terjadi adalah tingkat PDRB masing-masing daerah cukup tinggi jika dibandingkan dengan jumlah kemiskinan yang ada. Hal ini merupakan peluang jika daerah mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cukup baik maka akan berpengaruh pada penurunan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Ketidakmerataan besarnya perolehan PDRB masing-masing daerah juga masih terlihat, hal ini akan mengindikasikan bahwa potensi masing-masing daerah juga berbeda, sehingga hal tersebut juga akan berpengaruh pada tingkat kemiskinan di daerah tersebut

Penutup
Berdasarkan data dan hasil analisis saya, dapat disimpulkan bahwa angka kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Grobogan dan terendah di Kota Magelang.

Faktor penyebabnya terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan hasilnya belum terbagi merata. Hal ini disebabkan oleh keadaan kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha dan memperoleh pendapatan akan menyebabkan keikutsertaan dalam pembangunan yang tidak merata.

Berdasarkan data di atas, pada tahun 2015 kabupaten yang paling besar jumlah penduduk miskinnya adalah Kabupaten Grobogan sebesar 267.032 orang dan jumlah penduduk miskin yang paling sedikit di Kota Magelang sebesar 2.919 orang. Hal itu disebabkan karena ketidakmerataan besarnya perolehan PDRB masing-masing daerah yang masih terlihat, hal ini akan mengindikasikan bahwa potensi masing-masing daerah juga berbeda, sehingga hal tersebut juga akan berpengaruh pada tingkat kemiskinan di daerah tersebut.

Saran
Melihat kasus yang ada di Jawa tengah penulis ingin memberikan saran bahwa seharusnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberikan pelayanan akses publik ke daerah-daerah kabupaten lebih dimaksimalkan lagi karena dengan peningkatan pelayanan publik akan mengingkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya tingkat kemiskinan menurun serta memberikan kemudahan pemberian modal bagi warga yang tinggal di daerah kabupaten agar mereka mampu memperbaiki kondisi ekonominya dan dapat menyeimbangkan PDRB antara kota dan desa.

Daftar Pustaka
Jamaludin, Adon Nasrullah. 2016. Sosiologi Pembangungan. Bandung: CV Pustaka Setia
Sebayang, Rosta Karolina dkk. 2013. Jurnal Economia: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Jawa tengah. Semarang: Univeristas Negeri Semarang
Sartika, Caca dkk. 2016. Jurnal Ekonomi: Studi Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Desa Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Kendari: Unibersitas Haluoleo









Komentar

Postingan populer dari blog ini

GEOSTRATEGI INDONESIA

GEOSTRATEGI INDONESIA Geostrategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “geos” yang artinya ruang/wilayah “strategos” yang artinya strategi/cara/metode. Menurut Kaelan dan Achmad Zubaidi (2007: 143), geostrategi adalah metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaiman membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan bermartabat. Menurut Heri Herdiawanto dan Jumanta (2010: 138), tujuan geostrategi adalah: ·          Menegakkan hukum dan ketertiban ·          Terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran ·          Terselenggaranya pertahanan dan keamanan ·          Terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial ·          Tersedianya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan diri Geostrategi yang diwujudkan di Indonesia ada dalam rumusan Ketahanan Nasional (Tannas). Ketahanan Nasional Indonesia adalah kond

TEORI FUNGSIONAL

TEORI FUNGSIONAL Teori fungsional menurut Herbert Spencer, dianalogikan organik yaitu melihat kerja organisme biologi, seperti organ tubuh manusia. Pendekatan fungsional menganggap masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat anggota-anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. General agreements ini memiliki daya yang mampu mengtasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan di antara para anggota masyarakat. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk keseimbangan. Merton menyoroti tiga asumsi atau postulat yang terdapat dalam teori fungsional. Ketiganya itu adalah sebagai berikut: Kesatuan fungsional masyarakat merupakan suatu keadaan di mana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi dan diatur. Postulat fungsionalisme universal. Postulat ini menganggap bahwa “s

ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN YANG MEMPENGARUHI SOSIOLOGI HUKUM

ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN YANG MEMPENGARUHI SOSIOLOGI HUKUM Jika kita melihat dari sejarahnya, Sosiologi Hukum pertama kali dipergunakan oleh seseorang dengan berkebangsaaan Itali yaitu Anzilotti pada tahun 1882. Pada dasarnya Sosiologi Hukum merupakan hasil produksi dari ahli filsafat (hukum) dan juga ahli sosiologi. Tidak hanya berasal dari tiap-tiap individu melainkan juga dari mazhab-mazhab atau aliran-aliran yang mewakili sekelompok ahli-ahli pemikir yang pada dasarnya memiliki pendapat berbeda-beda. Hasil pemikiran para ahli ini terhimpun dalam berbagai mazhab atau aliran, diantaranya:      Mazhab Formalitis Mazhab formalitis atau analytical jurisprudence adalah hasil pemikiran dari salah satu tokoh filsafat hukum Inggris yang bernama John Austin (1790-1859). Menurutnya, hukum adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur makhluk berpikir, perintah mana yang dilakukan oleh makhluk berpikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan. Hukum secara tegas dipisahkan